Permainan Tan Besi (Maluku)
Tan besi adalah sebutan bagi orang
Jailolo dan Sahu di Kabupaten Maluku Utara, Indonesia, untuk sebuah
permainan yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan “pagar besi”.
Permainan ini dinamakan demikian karena selama permainan berlangsung,
para pemainnya akan berbaris membentuk lingkaran untuk menghadang
“penyamun” yang akan menculik seorang anak. Barisan tersebut diibaratkan
sebagai “pagar besi” agar penyamun tidak dapat mengambil anak yang akan
diculiknya. Awal mula permainan tan besi sudah tidak diketahui lagi.
Yang jelas sekitar seabad yang lalu telah dikenal oleh masyarakat
Kecamatan Jailolo dan Sahu.
Pemain
Tan
Besi harus dimainkan dalam dua kelompok (penyamun dan pagar besi).
Jumlah seluruhnya minimal 10 orang. Pada umumnya permainan ini dimainkan
oleh kaum laki-laki, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua. Namun,
bagi kaum perempuan tidak ada larangan untuk ikut bermain asalkan atas
kesadaran sendiri. Dari ke-10 pemain tersebut, hanya seorang diantara
mereka yang dijadikan sebagai penyamun, yang dipilih karena dianggap
benar-benar kuat dan dapat mengatasi semua rintangan yang akan dihadapi
selama permainan berlangsung. Sedangkan pemain yang lain akan berperan
sebagai pagar besi. Ada satu orang berperan sebagai anak yang akan
diculik. Pemain yang menjadi pagar besi juga orang yang kuat walaupun
tidak sekuat pemain yang menjadi penyamun.
Tempat dan Peralatan Permainan
Permainan
tan besi dapat dilakukan di mana saja; bisa di halaman rumah, di
halaman rumah adat, ataupun di lapangan. Dahulu permainan ini hanya
dimainkan pada malam hari sambil menjaga lingkungan sekitarnya dari
gangguan penjahat yang mungkin akan datang secara tiba-tiba. Namun, saat
ini tan besi dapat juga dimainkan pada pagi atau sore hari. Pemainan
tan besi tidak memerlukan peralatan khusus karena pemain itu sendiri
sebenarnya merupakan “alat”.
Aturan dan Proses Permainan
Aturan
menang atau kalah dalam permainan tan besi tergolong mudah yaitu,
apabila penyamun dapat menangkap anak yang akan dicurinya, maka ia
dinyatakan menang. Sebaliknya, apabila si penyamun tidak berhasil
mencuri anak tersebut, maka ia dinyatakan kalah. Sementara untuk proses
permainannya adalah sebagai berikut: (1) pemain yang berperan sebagai
tan besi yang berjumlah 8 orang akan berbaris melingkar dengan
berpegangan tangan. Di tengah-tengah lingkaran ini terdapat pemain yang
berperan sebagai anak yang akan dicuri oleh penyamun; (2) penyamun
kemudian datang dengan mengendap-endap dan bertanya kepada tan besi. Ia
akan bertanya secara berpindah-pindah kepada setiap tan besi: “tan
oru?”, yang artinya “pagar apa?”. Kemudian di jawab oleh tan besi: “tan
besi”, yang artinya “pagar besi”; (3) setelah bertanya, penyamun akan
berusaha sekuat tenaga umtuk menerobos pagar besi. Jika ia berhasil
menembus, maka pagar besi akan segera membentuk barisan memanjang dengan
si anak yang akan dicuri berdiri di urutan terakhir dari barisan; (4)
pada tahap ini, penyamun akan kembali bertanya, namun yang akan
menjawabnya hanya pemain terdepan dari barisan tan besi. Pemain terdepan
ini adalah pemain yang dianggap paling kuat dari tan besi-tan besi lain
yang ada di belakangnya; (5) tahap ini penyamun akan berusaha sekuat
tenaga berlari ke kanan dan ke kiri untuk dapat menangkap anak yang akan
dicurinya. Sementara tan besi terdepan, yang juga diikuti oleh tan besi
di belakangnya, akan selalu mengikuti pergerakan penyamun untuk
menghalang-halangi agar jangan sampai si anak tertangkap oleh penyamun;
(6) apabila si penyamun berhasil menangkap anak yang akan dicurinya,
maka ia dinyatakan menang, dan sebaliknya apabila tidak berhasil maka ia
dinyatakan kalah.
Nilai Budaya
Nilai
yang terkandung dalam permainan yang disebut sebagai tan besi adalah:
kerja keras, kerja sama dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin
dari semangat penyamun yang berusaha sekuat tenaga untuk mencuri anak
tan besi. Kerja keras juga terlihat dari semangat barisan tan besi yang
berusaha untuk menghalangi penyamun mencuri anaknya. Nilai kerja sama
tercermin dari kekompakan barisan tan besi dalam menghalangi pergerakan
penyamun. Nilai kerja sama ini dapat menjadi cerminan kepribadian orang
Jailolo atau Sahu dalam kehidupan kesehariannya, yang nantinya dapat
digunakan untuk mengekalkan kesatuan di dalam masyarakatnya sendiri.
Nilai sportivitas tercermin dari sikap para pemain yang setelah
permainan usai hubungan pertemanannya tetap berlangsung baik. Sikap
sportif perlu ditunjukkan karena permainan ini adalah permainan fisik
(adu kekuatan) yang dapat menyulut emosi setiap pemain yang pada
gilirannya dapat menimbulkan perkelahian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar